Pengolahan Bijih Besi Dengan
Blast Furnace, Tanur Tiup
Blast furnace
atau biasa juga disebut dengan tanur tiup atau tanur tegak digunakan untuk
mereduksi secara kimia dan mengkonversi secara fisik bijih besi yang padat
menjadi logam besi yang panas. Logam besi panas disebut sebagai hot metal.
Bahan baku
yang dimasukkan pada blast furnace adalah bijih besi, kokas dan batu
kapur yang diumpan dari atas. Selama proses ditiupkan udara panas atau hot
blast dari bagian bawah melalui tuyeres.
Dibutuhkan
enam sampai delapan jam bahan baku bijih besi turun ke bagian bawah membentuk produk
hot metal besi dan slag. Logam besi ini biasa disebut degan pig iron.
Blast
furnace akan beroperasi secara kontinyu selama enam sampai sepuluh tahun dengan
hanya berhenti untuk melakukan pemeliharaan yang telah direncanakan.
Besi oksida
merupakan Bahan baku utama yang digunakan pada blast furnace yang dapat berupa
bijih besi oksida seperti hematite atau magnetite, atau bijih oksida
hasil olahan seperti sinter, atau pellet. Ukuran bahan baku ini adalah
sekitar 50 mm.
Bijih besi
dengan kandungan Besi atau Fe yang tinggi dapat langsung dimasukkan pada
blast furnace tanpa harus melalui proses pengolahan terlebih dahulu. Bijih besi
yang dapat langsung digunakan adalah bijih besi yang mengadung Fe antara 50 –
70 persen.
Bijih besi
dengan kandungan yang rendah, terlebih dahulu harus diproses untuk meningkatkan
kandungan Fe-nya atau melalui proses benefisiasi.
Pellet
dibuat dari bijih besi kadar rendah. Bijih melalui serangkai proses seperti crushing,
grinding, separation, balling, dan induration. Pellet berbentuk
bola-bola kecil seperti kelereng berukuran antara 10 – 25 mm. Pellet
mengadung Fe antara 64 – 67 persen.
Sinter
dibuat dari bijih besi ukuran halus, ditambah sedikit kokas, batu kapur dan
sejumlah bahan limbah dari pabrik baja yang mengandung besi. Bahan halus ini
dicampur secara proposional untuk mendapatkan komposisi tertentu. Bahan
ini kemudian dimasukkan ke dalam sintering strand yang dipanaskan
dalam furnace berbahan gas. Sebagian bahan meleleh dan menyatu membentuk sinter
berukuran antara 10 – 50 mm.
Operasi Dan Proses Blast
Furnace
Secara
skemtika, prinsip blast furnace atau tanur tiup atau tungku tegak ditunjukkan
pada gambar di bawah. Tanur terdiri dari shaft yang memiliki tinggi
antara 20 sampai 30 meter. Shaft terbuat dari baja yang bagian dalamnya
dilapisi dengan bata tahan api, atau refractory brick.
Bahan baku
yang terdiri dari bijih, kokas dan bahan imbuh (flux) dimasukkan dari
bagian atas tanur. Fungsi dari bahan imbuh yang ditambahkan adalah agar
komposisi slag menjadi sesuai untuk proses blast furnace. Bahan imbuh yang
digunakan umumnya adalah batu kapur (limestone), kapur bakar (lime) atau
bahkan kadang ditambahkan dolomit.
Dari bagian
bawah tanur, dihembuskan udara panas melalui tuyeres. Gas-gas yang terbentuk di
dalam tanur keluar melalui bagian atas tanur, sedangkan lelehan logam pig iron
(besi mentah) dan lelehan slag dikeluarkan dari hearth pada bagian bawah
tanur. Bagian yang berbentuk kerucut terbalik (inverted cone) antara stack dan
hearth disebut bagian zona bosh.
Sedangkan
Reaksi-reaksi kimia yang terjadi selama proses dalam tanur dapat dilihat pada
gambar. Pada bagian atas stack, bijih besi direduksi melalui
tahapan berikut:
3 Fe2O3
+ CO = 2 Fe3O4 + CO2
Fe3O4
+ CO = 3 FeO + CO2
FeO + CO =
Fe + CO2
Reaksi-reaksi
ini mulai terjadi ketika temperatur telah mencapai beberapa ratus derajat
Celcius, namun demikian, reaksi-reaksi utama terjadi dalam rentang temperatur
700 sampai 1200 Celcius. Reaksi antara CO dengan bijih besi pada bagian atas
daerah stack ini disebut sebagai reduksi tidak langsung. Di daerah ini,
temperatur memang masih terlalu rendah untuk terjadinya reaksi dengan kokas.
Skematika
Iron Blast Furnace, Tanur Tiup Besi Dan Reaksi Kimia
Pada
aplikasi yang lebih modern, reduksi Fe2O3 dan Fe3O4
menjadi FeO selesai sebelum reduksi ke besi logam dimulai. Hal ini memberikan
kondisi pemanfaatan paling efisien terhadap pemakaian CO yang terkandung dalam
gas dan dicapai dengan penggunaan bijih yang reaktif dan berukuran kecil,
seperti pellet. Untuk bijih yang lebih kasar dan kurang reaktif, reaksi-reaksi
cenderung terjadi secara overlap dan tidak efisien.
Reaksi
reduksi yang terakhir adalah reduksi dari wustite menjadi besi logam. Reduksi
ini hanya terjadi setelah bijih mencapai bagian bawah dari zona stack.
Pada bagian bawah stack ini temperatur telah mencapai di atas 1000 Celcius.
Pada temperatur ini, reaksi permukaan kokas relatif cukup cepat sehingga dapat
mereduksi wustite menjadi besi logam. Reduksi FeO dengan kokas mengikuti reaksi
berikut:
FeO + C = Fe
+ CO
Reaksi ini
biasa juga disebut dengan reduksi langsung, walaupun secara aktual terjadi
melalui fasa gas. Gas CO2 yang terbentuk dari reduksi FeO pada
daerah atas stack dapat bereaksi dengan karbon untuk menyelesaikan reaksi
secara keseluruhan. Oksida besi mengalami reaksi pemurnian, yang diikuti dengan
pelelehan kemudian mencair dan akhirnya merembes sebagai cairan besi melalui
lapisan kokas ke bagian bawah tungku
Pada bagian
paling bawah furnace dihasilkan lelehan utama yaitu hot metal yang menempati
lapisan bawah dan di atasnya adalah lelehan slag. Beberapa reaksi juga terjadi
dalam batas tertentu mengikuti reaksi berikut:
MnO + C = Mn
(lelehan) + CO
SiO2
+ 2 C = Si (lelehan) + 2 CO
Dalam jumlah
yang sangat terbatas, Mangan oksida dan silika terreduksi menjadi Mn dan Si
yang kemudian larut dalam hot metal. Mn dan Si merupakan bagian dari
komposisi elemen yang terkandung pada hot metal.
Pada daerah
bawah stack, reaksi Boudouard terjadi secara simultan mengikuti reaksi sebagai
berikut:
CO2
+ C = 2 CO
Reaksi
antara kokas dengan CO2 sering disebut juga sebagai solution loss,
yang berarti sebagian karbon bereaksi sebelum mencapai tuyeres. Kokas turun ke
bagian bawah tungku sampai pada daerah udara dipanaskan atau tempat udara panas
(hot blast) masuk blast furnace. Kokas dipanaskan oleh udara panas dan
segera bereaksi untuk menghasilkan panas sebagai berikut:
C + O2
= CO2 + Panas
Reaksi
berlangsung dalam kondisi karbon berlebih dan terjadi pada suhu tinggi. Reaksi
ini menyebabkan karbon dioksida mengalami reduksi kembali oleh karbon
menjadi karbon monoksida sebagai berikut:
CO2+
C = 2CO
Produk
reaksi ini adalah karbon monoksida yang diperlukan untuk mereduksi bijih besi
seperti yang terlihat dalam reaksi besi oksida sebelumnya.
Batu kapur
turun dalam blast furnace dan tetap sebagai padatan. Batu kapur ini akan
mengalami reaksi pertamanya sebagai berikut:
CaCO3
= CaO + CO2
Reaksi ini
membutuhkan energi dan dimulai pada temperatur sekitar 1600 ° F. Senyawa
CaO terbentuk dari reaksi ini digunakan untuk menghilangkan belerang yang
terkandung dalam besi. Sulfur harus dikurangi sebelum hot metal dibuat menjadi
baja. Reaksi pengurangan sulfur ini mengikuti reaksi sebagai berikut:
FeS + CaO +
C = CaS + FeO + CO
Senyawa CAS
merupakan bagian dari senyawa-senyawa pembentuk terak atau slag. Terak
terbentuk dari senyawa Silika (SiO2), Alumina (Al2O3),
Magnesia (MgO) atau Calcit (CaO) yang terkandung dalam bijih besi, pelet,
sinter atau coke.
Terak cari
memiliki densitas lebih rendah daripada hot metal. Terak cair lalu
merebes/menetes melewati lapisan kokas ke bagian bawah tungku dan mengapung di
atas besi cair karena kurang padat.
Produk lain
dari proses ironmaking, selain besi cair dan terak, adalah gas panas. Gas-gas
keluar dari bagian atas tungku tiup dan diproses melalui peralatan pembersih
gas. Peralatan ini akan mengeluarkan partikel yang terbawa oleh gas.
Kemudian gas yang didinginkan. Gas ini masih memiliki nilai energi yang
cukup tinggi. Gas ini digunakan dan dibakar sebagai bahan bakar dalam “hot
blast stoves” yang digunakan untuk memanaskan udara yang masuk ke blast
furnace untuk menjadi “hot blast”.
Gas
yang tidak dibakar di hot blast stoves dikirim ke boiler house dan
digunakan untuk menghasilkan uap yang memutar turbo blower untuk menghasilkan
kompresi udara yang dikenal sebagai “cold blast” dan kemudian masuk ke dalam
stoves.
Pustaka:
- Tupkary, R. H., Tupkary, V. R., 2007, ” An Introduction to Modern Iron Making”, Third Edition, Khanna Publishers, Nath Market, Nai Sarak, Delhi.
- Rosenqvist, T., 2004, ” Principles Of Extractive Metalurgy”, Second Edition, Tapir Academic Press, Trondheim.
Gambar:
Limbah berdasarkan nilai ekonominya dirinci menjadi limbah yang mempunyai nilai ekonomis dan limbah nonekonomis. Limbah yang mempunyai nilai ekonomis yaitu limbah dengan proses lanjut akan memberikan nilai tambah. Misalnya: tetes merupakan limbah pabrik gula.
BalasHapusTetes menjadi bahan baku untuk pabrik alkohol. Ampas tebu dapat dijadikan bahan baku untuk pabrik kertas, sebab ampas tebu melalui proses sulfinasi dapat menghasilkan bubur pulp. Banyak lagi limbah pabrik tertentu yang dapat diolah untuk menghasilkan produk baru dan menciptakan nilai tambah Jasa Penulis Artikel jual kardus bekas terdekat